Selasa, Desember 02, 2008

0
KAJIAN MASALAH KORUPSI

PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

Pembaruan tata pemerintahan (governance reform) baru dapat dikatakan berhasil apabila mampu menciptakan kondisi-kondisi sebagai berikut :
  1. Sistem perwakilan (representataive system) yang efektif;
  2. Peradilan yang independent, bersih dan profesional;
  3. Aparatur birokrasi yang bersih, profesional dan responsive;
  4. Masyarakat sipil / warga yang kuat dan partisipatif;
  5. Desentralisasi yang demokratis; dan
  6. Mekanisme resolusi konflik (pencegahan dan penyelesaian konflik) yang efektif.
Hambatan dan penyebab yang paling seerius dalam pengaktualisasian berbagai kondisi diatas adalah korupsi yang mewabah di legislatif, eksekutif dan judikatif. Dalam konteks pemberantasan korupsi di berbagai negara maka upaya pemberantasan korupsi di lembaga penegakan hukum merupakan pekerjaan awal dan paling penting yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi yang terjadi tingkat legislatif, eksekutif dan yudikatif. Upaya prioritas ini yang dinamakan cleaning the cleaners. Ketidak mampuan Indonesia dalam memberantas korupsi secara sistematis dan komprehensif inilah (yang dimulai dari program cleaning the cleaners) yang mengakibatkan kita selalu dinobatkan oleh Hongkong based Political and Economic Risk Consultancy Ltd (PERC) dan the Berlin-based Transparency International (TI) sebagai salah satu negara terkorup di dunia, yang hanya mampu sedikit lebih baik dari Bangladesh dan Myanmar.



Prof. John ST. Quah dari National University of Singapore (NUS) melaporkan hasil kajian komparasi tentang pemberantasan korupsi di negara Singapore, Hongkong, China dan Republik Korea yang menyimpulkan bahwa negara-negara tersebut melakukan 6 (enam) best practices dalam memberantas korupsi;
  1. Tidak memberikan kewenangan pada polisi dalam memberantas korupsi karena pemberantasan korupsi biasanya ditempatkan sebagai prioritas terendah dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan lainnya, disamping meluasnya praktek korupsi di tubuh kepolisian di negara-negara tersebut;
  2. Melaksanakan legislasi anti korupsi yang komprehensif (perluasan definisi, kejelasan dan kekuatan kewenangan, ketersediaan hak-hak penyidik dan penuntut untuk menerobos kendala prosedural;
  3. penyediaan dana yang cukup dan staff yang memadai pada Badan/Lembaga Pemberantasan Korupsi;
  4. Mengikis rantai birokrasi di pemerintahan, terutama deregulasi perizinan;
  5. perkecil peluang korupsi di instansi-instansi “basah” (seperti di polisi, pajak, bea cukai, imigrasi, pekerjaan umum);
  6. Menghukum koruptor tanpa diskriminasi agar korupsi sebagai perbuatan yang berisiko tinggi dan aktifitas yang discourging ( to make corruption a high risk, low reward activity ). Best practices yang keenam ini sangat tergantung dari lembaga peradilan (sebagai penegak hukum) yang berkualitas dan berintegritas. Disinilah pentingnya sebuah pemahaman bahwa pemberantasan korupsi harus dimulai dari lembaga penegak hukum.


Senin, Desember 01, 2008

0
Kebijakan Pemkot Solo

Menanggulangi Maraknya Peredaran Minuman Keras Dan Kenakalan Remaja

Kategori minuman keras dapat didasarkan pada kadar alkohol/etanol yang terkandung didalamnya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/Per/IV/1987 minuman keras di bagi dalam:
  1. golongan A, apabila kadar etanolnya : 1% s/d 5%
  2. golongan B, apabila kadar etanolnya : 5% s/d 20%
  3. golongan C, apabila kadar etanolnya : 20% s/d 55%


Didalam KUHP terdapat perbuatan tertentu sehubungan dengan pemabukan yang diancam dengan pidana, dan lebih terperinci, pemabuk dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu yang berdampak mengganggu kepentingan sosial seperti merintangi lalu-lintas, mengganggu ketertiban, mengancam keamanan orang lain dan seterusnya ditunjukkan dalam pasal 492.
Pasal 536 KUHP dikategoriakn dalam Pelanggaran kesusilaan, sedangkan pasal 492KUHP dikategorikan dalam pelanggaran keamanan bagi orang lain atau barng dan kesehatan. Keduanya dimuat dalam Buku III KUHP mengenai pelanggaran.
Dengan keadaan mabuk megakibatkan sesorang melakukan perbuatan-perbuatan tertentu , atau dengan minum-minuman keras lebih dahulu untuk menciptakan keberanian untuk melakukan suatu perbuatantertentu. Apabila perbautan tersebut termasuk perbuatan pidana yang ditentukan dalam KUHP, maka orang tersebut dapat dikenakan pidana yang diancamkan dalam KUHP. Seabgai misal : setelah minum orang tesebut melakukan pembunuhan maka ia diancam pasal 338 KUHP, atau melakukan perkosaan maka ia dikenakan pasal 285 KUHP.


Dalam Perda Kotamadya Surakarta No. 14 Tahun 1975

Pemerintah Kota Surakarta menentukan kebijakan terhadap peredaran, penjualan dan pajak penjualan minuman keras adalah sebagai berikut :
  • Sehubungan dengan penjualan maka segala macam minuman keras yang tidak melebihi 7 liter (eceran).
  • Sedangkan terhadap minuman keras yang mengandung alkohol yang dibuat secara dikukus, diberi ragi atau dengan cara yang lain.
Sehubungan dengan tersebut diatas harus ada ijin dari Walikota Kepala Daerah, ijin tidak akan diberikan kepada penjual minuman keras warungan dan keliling, surat ijin walikota dibuat diatas kertas bermaterai yang berisi daftar minuman yang diperjual belikan.
Jadi untuk mengantisipasi terhadap seseorang yang mempunyai kehendak melakukan kejahatan akan tetapi kurang memiliki keberanian maka biasanya dengan sengaja menenggak minum-minuman keras agar timbul keberanian melakukan tindak pidana tersebut (actio Libera in casu). Dalam hal ini kehendak dianggap telah timbul ketika membuat dirinya dalam keadaan tidak sadar dengan minum, maka kepada orang demikian itu dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat dipersalahkan atas perbuatan pidana yang dilakukan (Bambang Poernomo; 1978 : 147).



Analisa Kebijakan
Dalam rangka menanggulangi maraknya peredaran minuman keras dan kenakalan remaja Pemerintah Kota Surakarta perlu menyikapi intensitas sikap perilaku kalangan remaja diwilayah Kota Surakarta yang menyimpang sebagai kenakalan remaja (juvenille delequency) dan hal tersebut harus dihubungkan dengan situasi dan kondisi kejiwaan remaja yang sedang bergejolak. Hal ini dapat terwujud dari kebiasaan minum-minuman keras (kecanduan alkohol). Sehingga tidak mampu menahan untuk tidak minum yang akibatnya membahayakan jiwa atau fisik bahkan kehidupan diri sendiri atau orang lain.
 
NgeBLOG Sak2'e Wae | © 2008 by Eko gopo | Supported by Blogger.com & Google.com | Tested by Blogger Templates